Ibu... Mama... Bunda... Emak...
Setiap insan pasti memiliki sosok wanita hebat itu. Saat kanak-kanak kita punya seorang ibu, ketika menikah ibu kita bertambah satu lagi dengan kehadiran mertua. Saya sendiri memiliki tiga orang sosok ibu. Mama, ibu, dan ibuk.
Ibuk. Perjumpaan kami pertama kali saat mata kuliah matematika ekonomi di semester tiga. Tersiar kabar kalau gaya mengajar beliau sangat 'di depan'. Beliau mengajar mahasiswa S1 mirip seperti mengajar mahasiswa S2, begitu kata orang. Mungkin benar, mungkin tidak demikian adanya. Dan setelah bertatap muka sebagai pengajar dan pelajar, saya memiliki kesan mirip seperti perkataan orang lain. Menurut saya, gaya mengajar beliau punya ciri khas tersendiri, dan saya sangat sangat tidak menyukainya, pada awalnya.
Beliau memiliki gelar Ph.D, lulusan Australia. Maklum lah kalau gaya mengajarnya sehebat itu. Mungkin beliau terbiasa berhadapan dengan orang-orang luar negeri yang memang selalu selangkah dibandingkan kita.
Awalnya saya memang sering merasa 'terganggu' setiap beliau mengajar. Saya 'terganggu' karena saya tidak (merasa) cerdas. Itu saja. Frekuensi otak saya seakan tidak bisa tersambung ke beliau. Mungkin karena dari awal mindset saya sudah tercetak begitu, akhirnya setiap beliau masuk saya semakin merasa tidak cerdas. Tetapi walaupun begitu, pada akhirnya saya bisa mengikuti dan saya bisa lulus mata kuliah itu dengan nilai bagus.
Walaupun mata kuliah pertama terlewati dengan baik, tak membuat saya lantas 'jatuh cinta' dengan beliau. Saya eneg setiap tahu ada mata kuliah yang saya ambil ternyata dipegang oleh beliau. Tak kuasa membayangkan penjelasan beliau yang penuh istilah-istilah asing. Tetapi selalu, pada akhirnya setiap mata kuliah yang beliau pegang, saya bisa menyelesaikannya dengan nilai baik.
Sampai akhirnya di saat pembagian dosen pembimbing untuk penyelesaian skripsi, saya terhenyak...
Beliau adalah dosen pembimbing saya kelak, berdampingan dengan seorang dosen lelaki lain yang juga terkenal dengan gaya mengajar dan pemberian nilai yang 'luar biasa'.
Saya sedih. Apalagi mendengar komentar teman-teman seangkatan yang langsung memvonis saya akan lama tamat (ya, pada akhirnya memang saya lama tamat tapi bukan karena ibuk dan bapak). Awal pembagian dosen itu saya sempat memasuki masa-masa sulit. Saya terlalu termakan omongan orang sampai-sampai untuk menemui beliau saja saya takut. Salah saya, memang. Seandainya saat itu saya masa bodoh dengan perkataan mereka, tentunya saya akan maju terus dan tidak menunda lama.
Awal-awal bimbingan dengan beliau saya masih terselimuti rasa cemas, takut nantinya kami ga bisa 'nyambung' dan berdampak buruk terhadap skripsi saya.
Tapi lama-kelamaan, saya bisa nyantai. Hey, ternyata ibuk orang yang asik. Bahkan saya bisa memberi julukan 'dosen terasik se-pertanian' untuk beliau. Beliau menganggap kami, bimbingannya seperti anak sendiri. Kadang menempatkan kami sebagai kawan. Kawan ngobrol, kawan curhat, terkadang sekat antara pengajar dan pelajar tidak terlihat lagi. Bahkan ibu suka mengajak kami makan bersama.
Setiap diskusi saya selalu mendapat pencerahan dari beliau. Bahkan beliau tak segan menertawai 'kebodohan' saya jika frekuensi otak saya sedang kumat dan tak bisa menangkap penjelasan beliau. Setiap saya ragu, beliau langsung memasang muka marah dan berkata, "Kenapa ga bisa? Si anu bisa, pasti kamu bisa. Usaha... Usaha...!" Dan seketika saya bangkit berkat 'cambukan' beliau. Bahkan motivasi dari motivator sekelas MT pun kalah dengan motivasi dari ibuk :)
Sampai akhirnya saya dan bimbingan yang lain sering diikutkan dalam proyek-proyek beliau. Tak peduli mahasiswa yang 'tulalit', yang cerdas, yang 'aji mumpung', tak ada beda di mata beliau. Semua mahasiswa yang tak pernah membangkang pasti diikutsertakan dalam proyek. Senang sekali rasanya bisa mengikuti proyek-proyek beliau. Pengetahuan dan pengalaman bertambah, saku pun tambah tebal :) Heeheee... Karena beliau tak pelit dan selalu jujur masalah honor. Saya pernah ikut proyek dosen lain, awalnya dijanjikan ini itu, nyatanya honornya jauh dari perjanjian. Ga lagi deh. Pokoknya she's the best.
Sekarang setelah saya tamat sudah jarang berhubungan dengan beliau. Tetapi tiap ke kampus pasti saya sempatkan suwon ke kantor beliau. Inginnya melanjutkan bekerja di proyek-proyek beliau. Sayangnya saya kurang mendapat persetujuan suami, karena kalau sudah penelitian pasti pergi ke luar kota berhari-hari. Akhirnya saya mundur dari sana.
Tapi yang tak saya duga, ibuk tak pernah lupa pada saya, pada kami semua. Beberapa hari lalu saya mendapat telepon dari Kak Ri, bahwa saya mendapat tawaran pelatihan bisnis dari ibuk yang bekerjasama dengan dinas terkait. Alhamdulillah. Walaupun saya sudah jarang suwon, ibuk selalu ingat pada saya. Ibuk ingat bahwa saya ini 'gila bisnis', jadi beliau menawarkan pelatihan itu untuk saya ikuti.
Ah, jadi kangen ibuk :')
Ibuk, tak cukup kata merangkai kebaikannya. Ibukku yang baik, semoga beliau selalu istiqomah dalam hidup dan pekerjaannya.
No comments:
Post a Comment
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan komentar... :)