Minggu (5/7/12) malam ntah kenapa perasaanku terasa tak karuan. Pikiranku langsung terbang ke pacar yg sedang tugas ke luar kota. Aku takut terjadi apa-apa ke dia. Tak henti doa ku panjatkan agar ia dilindungi Tuhan.
Karena perasaan yang tak karuan itu aku tak kunjung tertidur meskipun jam sudah menunjukkan hampir pukul 2 dinihari.
Besoknya (6/7/12) saat sedang makan sahur, om mengetuk pintu rumah kami dan memintaku segera memanggilkan papa. "Nenek ingin ketemu papa," begitu pesannya.
Pikiranku langsung merasa ada yang tak beres. Tak biasanya nenek memaksakan kehendak dan mengganggu orang. Ada yang tidak beres.
Benar saja, tak lama setelah bertemu papa dan menyampaikan sedikit pesan (pesannya tak terlalu terdengar karena nenek sudah tak sanggup bersuara), nenek memasuki masa anfal.
Om langsung menjemput dokter untuk mengecek keadaan nenek. Dokter bilang nafasnya sudah lemah. Dua kali dokter mengecek kembali dan nenek masih ada.
Tetapi beberapa menit kemudian nenek terdiam. Om kembali menjemput dokter. Pukul 07.00 pagi, dokter menyatakan nenek sudah tidak ada. Tumpahlah air mata kami semua.
Sebenarnya air mata ini sudah tumpah saat melihat kondisi nenek yang anfal. Tapi mendengar kepastian perginya nenek dari dokter, hati ini semakin pedih rasanya.
Nenekku, tak cukup seribu halaman menuliskan kenanganku dengannya. Kami bukan tipe keluarga yang tinggal jauh dari nenek, yang hanya bisa bertemu saat liburan sekolah atau di hari raya.
Kami tumbuh besar dengan nenek. Sebagai seorang anak dengan kedua orang tua yang sibuk bekerja, nenek memegang peranan penting dalam kehidupan kami.
Nenekku cerewet. Ya, semua anak, menantu, cucu pasti mengetahuinya. Tak ada yang pernah lepas dari omelan nenek. Tentu saja nenek mengomel setiap kami melakukan kesalahan.
Aku ingat dulu saat sekolah masuk siang. Entah kenapa aku suka malas mandi di rumah dan lebih memilih mandi di rumah nenek (rumah kami bersebelahan). Di saat mandi itulah aku sering mendengar omelan nenek. "Jangan main air, shampo nya jangan kebanyakan, siram yang bersih, jangan lama-lama nanti terlambat ke sekolah!" Begitu yang sering kudengar.
Atau omelan nenek yang melarangku mengenakan kaos singlet saja tanpa baju luar. Nenek bilang aku sudah gadis (padahal saat itu masih 10 tahun), malulah dilihat orang kalau hanya mengenakan singlet.
Satu hal yang pasti, nenekku jago memasak. Cita rasa makanannya yang enak selalu membuat orang penasaran dan ingin tahu resepnya.
Sebut saja anyang, baik itu pakis, buas-buas, anyang ayam, anyang daging, semuanya enak. Anyang terenak sedunia yang pernah ku cicipi ya anyang buatan nenek. Selain itu juga ada gulai udang. Nenekku yang satu lagi juga sering memasak gulai udang, tapi tetap gulai udang buatan nenek juaranya. Mama sampai-sampai menyontek resep nenek (mertuanya) dan mengabaikan resep yang diajarkan ibunya sendiri saking enaknya.
Dan banyak lagi makanan khas nenek lainnya.
Nenekku juga terkenaaal baik hatinya. Seperti suka membantu orang lain. Saat masih sehat beliau suka membelikan cucunya jajanan, atau pakaian. Aku ingat saat SD mau membeli jajanan yang lewat depan rumah, tapi uangku tertinggal di dalam rumah. Nenek langsung memberikanku uangnya.
Aku juga pernah dibelikan pakaian. Saat itu nenek baru pulang dari pasar dan membawakanku 2 potong rok terusan. Saat itu memang aku tidak suka mengenakan rok di rumah. Tapi pakaian dari nenek akhirnya lumayan sering juga ku kenakan.
Saat pulang haji, nenek membawakan kami oleh-oleh. Dan nenek dengan sedikit mengomel menyuruh kami untuk menyimpan oleh-oleh untuk kami. Beliau takut ada anak lain yang iri dan meminta oleh-oleh jatah kami. Yah, memang nenek memberikan banyak oleh-oleh yang manis untuk cucunya.
Ah, begitu banyak kenanganku dengan nenek. Takkan cukup waktu mengenangmu, Nek.
Selamat jalan, Nenek. Semoga Alloh swt menempatkanmu di surga terindah-Nya. Kami semua sayang nenek.
No comments:
Post a Comment
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan komentar... :)