Sunday, April 15, 2012

Cerita Kami

Ini kejadian langka! Untuk pertama kalinya saya mau berbagi cerita cinta dengan pacar yang selengkap-lengkapnya *gak gitu juga kali, nin*

Awal kuliah sih saya nggak terlalu dekat dengan beliau.  Jiah, beliau! :p Saya malah sering berurusan dengan teman dekatnya.  Karena teman dekatnya itu senior yang mengurus kelompok kami saat PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru).  FYI, sang lelaki yang waktu itu belum menjadi pacar saya tersebut, adalah kakak kelas a.k.a senior 3 tingkat di atas saya.

Zaman dulu saya malah sempat dekatnya dengan senior lain, satu tingkat di atas pacar.  Kalau sama 'abang' yang tadinya dekat itu, sebut saja X, saya malah lupa kejadiannya gimana kok bisa dekat ya? *garuk-garuk idung*

Karena saya lumayan sering berurusan dengan teman dekatnya pacar, otomatis saya juga sering ketemu sama dia.  Tapi cuma ketemu biasa.  Sampailah saat itu saya butuh bantuan.  Dan senior yang sering saya minta bantuan itu sedang tidak ada.  Saya pun meminta bantuan pacar (yang saat itu belum jadi pacar).  Tapi di situ masih biasa saja.  Yah, cuma hubungan tolong-menolong junior-senior.  Sama temannya itu pun hubungan saya juga hanya hubungan tolong-menolong biasa.  Saya belum berniat cinta-cintaan di kampus.

Saya dengan X? saya lupa.  Asli lupa awalnya kenal dengannya seperti apa.  Kalau proses setelah dekatnya saya masih ingat sedikit.  Tidak sampai pacaran, sih.  Tapi kami beberapa kali pulang bersama.

Tibalah saat kami akan mengikuti inagurasi alias malam keakraban.  Para mahasiswa diharuskan membuat sebuah surat cinta untuk senior lawan jenis.  Tadinya saya mau buat ke teman pacar yang sudah sering membantu saya.  Tapi tidak jadi, karena sudah banyak yang berniat memberinya surat.  Well, saya ini kan tidak suka menjadi seperti orang kebanyakan.  Jadilah akhirnya saya memilih pacar untuk menjadi sasaran surat saya.

Saya memilih pacar juga setelah mempertimbangkan masak-masak.  Alasan utamanya ya karena saya sering bertemu dia.  Malas rasanya mengirim hal seperti itu ke orang yang kurang dikenal.  Tak dinyana, saat pembagian surat, saya menjadi satu-satunya yang memberikan surat ke dia.  Wow.  Cita-cita saya untuk tidak menjadi seperti orang kebanyakan, terwujud saat itu.

Surat yang saya tulis ulang dari buku surat cinta tersebut, ternyata ditanggapi serius dari dia.  Sejak kejadian surat itu hubungan kami mulai sedikit dekat.  Saya dengan X, masih tetap sering bersama.  Saya juga tidak mau terlihat berduaan dengan X, tapi saat itu terpaksa.  X suka mennggunakan statusnya sebagai senior untuk memaksa saya agar mau pulang bersama.  Bahkan dia pernah hampir mengoyak tugas saya karena saya tidak mau diajak makan siang bersama.  Saya tahu itu cuma omongan saja, tidak mungkin dia sanggup melakukannya.  Tapi siapa yang senang dibegitukan? Sejak kejadian hampir mengoyak tugas itu saya tidak mau lagi menerima telepon darinya.  Bahkan saya selalu menghindar setiap melihatnya.  Lama-kelamaan X menyadari bahwa saya tidak menyukai tingkahnya dan akhirnya berhenti mendekati saya.

Saya juga beberapa kali bercerita tentang X yang mengajak pulang bersama ke pacar (yang waktu itu belum jadi pacar).  Tapi dia hanya menanggapi dengan biasa.  Saya bersyukur.  Kalau dia tidak terlihat cemburu, berarti dia juga tidak berniat untuk mendekati saya.  Mungkin dia hanya ingin lebih dekat dengan saya sebagai teman saja.  Memang begitu seharusnya.  Seperti yang saya tulis tadi, saya belum ada niat cinta-cintaan di kampus.

Tapi tingkah pacar lama-kelamaan kelihatan kalau dia menginginkan lebih dari sekedar pertemanan dengan saya.  Dia tidak suka kalau mendengar saya pulang dengan diantar teman lelaki saya.  Dan puncaknya saat itu saya sedang berkumpul dengan teman dan saya mengajaknya ikut serta.  Sepulang dari acara itu, pacar tak henti-hentinya memuji saya.  "Anin cantik...  Aku nggak mau kehilangan Anin." Waktu itu saya hanya mampu bereaksi dalam hati.  "Nggak mau kehilangan? Emang dia siapa?!"

Setelah sekitara sebulan menjadi lebih dekat, yang sering disebut orang dengan istilah PDKT, pacar akhirnya 'menembak' saya.  Kata-katanya asli bikin saya meleleh.  Waktu itu 01 November 2006.  Dia mengajak saya ke lantai 2 gedung kuliah yang saat itu sepi karena tidak ada kuliah.  Kami berbicara biasa di depan tangga.  Lalu dia pun mengeluarkan kata-kata pamungkas: "Nin, jadi bintang di hati aku ya..." Oh.  Nyes.....

Saya tidak terlalu menangkap apa yang disampaikannya.  Malah saya balas dengan bercanda.  "Bintang di hati? Bintang itu di langit.  Kenapa nggak sekalian aja bintang di dinding?"

Saya lupa selanjutnya bagaimana.  Saya tahu saat itu dia sedang menyatakan cinta.  Sebenarnya saya juga sudah menerima.  Hanya saja tidak ada kata "Ya" yang keluar dari mulut saya.  Karena saya membalas dengan bercandaan mungkin pacar pun mengira dia tidak mendapat jawaban.  Setelah itu kami berpisah dan menjalani kegiatan masing-masing.

Di hari itu masih seperti biasa.  Tidak seperti orang yang baru jadian.  Saya malah heran.  Ternyata oh ternyata...pacar masih menganggap saya belum menerimanya.  Dan besoknya pacar menemui saya lagi dan menanyakan jawaban saya.  Saya malah heran.  "Kan udah?" heehee...  Sumpah itu hal terkonyol yang pernah saya alami dengannya.  Dan di tanggal 2 November 2006 kami resmi jadian.

Tapi tanggal yang selalu kami gunakan untuk hari jadi kami selalu yang 1 November 2006.  Loh kok?

Begini ceritanya.  Pacar juga awalnya bingung.  Dia bilang, kok jadinya tanggal 2.  Padahal dah mikir tanggal 1 bagus angkanya, 111 (tanggal 1 bulan 11).   Oh, jadinya pacar sengaja nyari tanggal bagus untuk nyatain perasaannya.  Yah, akhirnya aku mengingatkan dia, kalau di hari pertama itu aku dah nerima.  Cuma karena nggak keluar kata-kata yang seharusnya keluar, jadi tertunda deh hari jadiannya.  Akhirnya kami pun memutuskan untuk menjadikan hari pertama sebagai hari jadi kami. :p

Sekarang...

Kami mulai menapaki tahun ke enam.  Tidak banyak orang yang mengetahui tentang manis asamnya hubungan kami.  Bahkan masih saja ada orang yang menyangka kami tidak memiliki pasangan.  Orang di sekitar saya menyangka saya tidak punya pacar, begitu juga dengan orang di sekitarnya.  Yah, kami memang sangat jarang terlihat bersama karena kesibukan pacar dalam bekerja.  Tapi saya percaya, kesibukannya pada akhirnya sangat berguna bila tiba saatnya saya hidup bersamanya.

Walau bagaimanapun, selama keluarga kami saling mengenal, itu sudah lebih dari cukup bagi saya.  Keluarganya sangat baik pada saya.  Dan alhamdulillah pacar juga diterima dengan baik di keluarga saya.  Selama keluarga baik-baik saja, saya tidak peduli dengan tanggapan orang di luar sana yang terkadang ingin melihat sesuatu yang buruk menimpa kami.  Naudzubillahi min dzaliq.

Tulang rusuk mengenali siapa pemiliknya.  Sepertinya sekarang saya sudah menemukan siapa pemilik tulang rusuk ini.  Saya kadang marah, sedih, kecewa dibuatnya.  Tapi hebatnya sesedih apapun saya, sebanyak apapun air mata saya, rasanya saya tetap selalu ingin dengannya.  Rasanya lebih sakit lagi bila harus berpisah.  Karena itulah saya yakin bahwa lelaki ini, Indro Budianto adalah tempat saya akan bernaung dan menghabiskan sisa umur saya.

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan komentar... :)