Banyak sekali misteri dalam hidup ini. Tapi yang benar-benar saya alami saat ini adalah misteri tentang kalimat "Manusia hanya bisa berencana, Tuhan yang menentukan semuanya."
Banyak sekali rencana saya yang gagal. Jangan tuduh saya ngga ada usaha, atau doa, atau yang lain-lain ya. Setiap saya memiliki rencana, pasti saya berusaha sebaik-baiknya dan berdoa sebanyak-banyaknya. Sampai batas waktu tertentu rencana itu tak tercapai juga, maka saya menyerah. Saya manusia biasa, punya rasa jenuh, dan lelah.
Rencana besar yang pernah membuat saya lelah adalah "wisuda". Sebagai manusia normal, pasti saya ingin segera lulus dari kampus dan melangkah ke proses kehidupan yang berikutnya. Sebagai orangtua normal juga, mama papa sangat menginginkan agar saya segera wisuda. Sejak tahun lalu, wisuda saya selalu tertunda. Setiap ditanya dan saya janjikan tanggal sekian, selalu terlewat. Sampai akhirnya mama saya lelah menjelaskan ke para kerabat dan hanya bisa menjawab: "Ntah lah, dari waktu itu mau wisuda ga jadi-jadi." Jangan tanya bagaimana hancurnya hati saya saat mendengar kalimat itu. Mamaku, wanita terhebat di mataku, terlihat kecewa pada anaknya ini.
Sejak saat itu saya tidak mau menjanjikan apa-apa lagi pada orang tua saya. Saya sedih mendapati kenyataan bahwa mama kecewa pada janji saya yang tak dapat saya tepati. Sampai akhirnya 16 Januari lalu saya (akhirnya) berhasil meraih gelar sarjana dengan proses ujian yang lumayan membuat lemas saking mengerikannya. Lega, satu janji, bahwa saya akan meraih sarjana, sudah saya tepati. Tinggal janji wisuda yang belum bisa saya pastikan bisa segera saya penuhi. Sebenarnya saya tidak terlalu mementingkan wisuda. Karena menurut saya wisuda hanya sebuah selebrasi. Tanpa wisuda saya juga sudah sarjana. Sama halnya dengan ulang tahun, tanpa dirayakan umur seseorang akan pasti bertambah satu tahun di hari ulang tahun.
Tapi saya juga tidak boleh egois dan mementingkan diri sendiri. Bagi orang tua saya, selebrasi itu penting. Mungkin ada rasa bangga pada diri mereka melihat anaknya menggunakan toga berjalan di depan dan bersalaman dengan petinggi universitas. Anak pertama yang berhasil memperoleh gelar sarjana (kedua kakak saya tamatan D3). Pasti mereka sudah sangat lama menanti saat ini.
Tapi saya tetap tidak mau berjanji. Karena tanggal sidang saya sangat mepet dengan tanggal pendaftaran wisuda, sejak awal saya katakan bahwa tidak pasti saya akan bisa ikut wisuda periode sekarang. Mama pun akhirnya tidak terlalu berharap dan hanya menyuruhku melakukan segalanya semampuku. Dan akhirnya saya benar-benar melakukannya sesuai kemampuan. Tanpa paksaan, tanpa harapan yang muluk-muluk.
Herannya, dengan 'jalan santai' saya malah bisa meraihnya. Di detik-detik terakhir, saya sempat mendaftarkan diri untuk wisuda periode sekarang. Bagaimana akhirnya bisa seperti ini, saya tidak mampu menjawabnya. God works in mysterious ways. Bagaimana saya yang dulu sangat berusaha sekuat-kuatnya agar bisa segera wisuda, malah tidak bisa. Dan di saat saya mulai menyerah, saya malah bisa meraihnya.
Apa pesan moral dari yang saya alami, saya sendiri bahkan tidak bisa menariknya dengan asal-asalan.
Apakah:
"Hidup jangan terlalu direncanakan." -> Tidak boleh, justru hidup harus direncanakan.
"Impian tidak boleh terlalu dikejar." -> Kalau tidak dikejar, kapan sampainya?
"Tidak boleh terlalu keras berusaha." -> Berusaha keras saja impiannya lama tercapai, apalagi kerja nyantai?
Jadi apa dong pesan moral dari cerita ini? Tarik sendiri deh ya. Menurut aku sih, tetap ga ada jawaban yang pasti. Karena hidup ini memang seharusnya penuh dengan misteri. Tidak pantas juga kalau kita sebagai manusia biasa selalu merasa ingin memecahkan misteri itu. Biarlah tetap jadi misteri.
No comments:
Post a Comment
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan komentar... :)