Thursday, December 8, 2011

Tea Addict

Keluargaku dan teh, tak bisa dipisahkan.  Kami, anak-anak, terbiasa minum teh sejak kecil, karena kebiasaan itu diwariskan oleh orangtua kami.

Memang benar kata orang, kebiasaan dan tingkat preferensi kita dapat pengaruh terkuat dari orangtua.

Setiap pagi dan sore, kami disuguhi teh.  Sudah sebesar ini (usianya, bukan badannya) tugas menyeduh teh tentu sudah berada di tangan kami.

Teh yang setiap hari kami minum, merk nya SUMATRA TEA. Ada yang tahu? Jarang terdengar, memang. Tapi jangan tanya kualitasnya.

Saya dan teman-teman pernah ke kebun teh di Simalungun, Sumatera Utara.  Di sana dijelaskan, teh dengan grade tinggi itu khusus untuk pasar ekspor. Dan teh yang banyak beredar di Indonesia, adalah grade terendah. Istilahnya, sisa-sisa. Sampah-sampahnya. Miris gak sih, kita yang punya kebun kita yang dapat sampah.  Tapi dijelaskan juga, yang lumayan tinggi grade nya ,dari kebun itu, yang beredar di pasaran ya Sumatera Tea.

Tak heran, memang kalau kami mengkonsumsi teh lain buatan Indonesia rasanya tak enak. Karena sudah terbiasa dengan rasa Sumatera Tea.

Selain Sumatera Tea (ST), di rumah juga ada stok teh celup. Biar ga ribet kalau ada tamu.  Karena teh bubuk seperti ST itu harus diseduh dengan air mendidih, biar rasanya lebih mantap.  Kalau teh celup, disiram air hangat juga langsung jadi.

Teh celup yang sering kami konsumsi, Lipton.  Karena merk lokal juga kurang nyes di lidah. Tapi sekarang juga mulai make Sari****i, rasa tetap enakan ST dan Lipton. Tapi karena merk tersebut ada aroma melati, rasa kurang enaknya tertutupi dengan aroma.

Karena cinta dengan teh, setiap berlibur ke luar tak jarang mama membawa teh untuk diminum sendiri di rumah.  Walau cuma ke Malaysia (orang Medan kalau cuma ke Malaysia biasa aja, sering dibilang bukan luar negeri), pasti bawa teh. Biasanya yang dibawa dari Malaysia itu Dilmah Tea. Di Medan juga ada sih, tapi di sana lebih murah. Jadi biasanya kalau ke Malaysia atau Singapore pulangnya mama bawa Dilmah 1 pak. Pernah juga bawa Lipton, yang variannya kayaknya ga ada dijual di Medan.  Karena Lipton yang biasa kami beli di Medan varian yellow lable.

Karena Dilmah juga gak terlalu payah dicari (di Pizza Hut juga ada), jadi tak terlalu istimewa buat saya.  Waktu itu mama bawa teh cina dari HK. Serius deh, enaaaak luar biasa. Ntah apa merk nya, tulisan mandarin. Kemasan warna merah bentuk tabung bahan kaleng, ada gambar perempuan cina jaman dulu lengkap dengan payung kertasnya. Agak OOT, saya sangat suka gambar klasik seperti itu. Dan teh itu sudah setahun lebih tapi masih tersisa 1 kotak lagi. Ah, sayang rasanya kalau dihabiskan. Ingin menyesapnya pelan-pelan dan merekam rasanya di otakku, agar tak merasa terlalu kehilangan.

Begitulah cintanya keluarga kami dengan teh.  Teh, nyaman, menenangkan, teman menyambut hari sekaligus teman menutup hari. Kental, kelat, dan manis, perpaduan sempurna.


Published with Blogger-droid v2.0.1

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan komentar... :)