Thursday, July 28, 2011

Sabang Lon Sayang

Berawal dari cerita temanku, Dian, yang baru pulang liburan dari Sabang, jadi pengeeeenn. Selain karena (katanya) pantainya bagus-bagus, gak terlalu rame, aku juga rindu sama tanah Aceh. Almarhum atok (kakek) ku dulu tinggal di Meulaboh, Aceh Barat. Waktu kecil pernah beberapa kali ke sana untuk mengunjungi atok. Selalu senang saat di sana, karena banyaaak pantai yang luar biasa. Perjalanan darat dari Medan - Meulaboh, mata kita selalu dimanjakan oleh indahnya pemandangan pantai di bawah tebing. Aku suka itu! *kagum*

Terakhir ke sana kelas 5 SD (1998), bahkan waktu atok meninggal (tahun 2002) juga gak bisa ke sana karena kondisi Aceh yang belum kondusif, sampai sekarang aku juga belum pernah ziarah ke makam atok. *sedih* Jadi niatnya waktu itu mau liburan ke Sabang, pulangnya singgah ke Meulaboh. Tapi rencana tinggal rencana. Karena gak ngerti jalan, niat ke Meulaboh terpaksa ku simpan dalam hati. Atok, maaf yaaaa belum sempat ziarah... :'(

Awalnya pengen, trus ajak teman-teman kampus, belum ada kepastian. Kebetulan ngeliat status fb teman SMA yang kuliah di Banda Aceh, Nurul, yang membahas tentang rencana liburan di Sabang. Mulailah aku berkoordinasi dengan Nurul. Sayangnya, jadwalnya ga bisa aku ikuti. Karena Nurul pergi waktu aku masih ada ujian.

Di kampus, aku juga berkoordinasi dengan teman2 kampus, dari beberapa orang, yang pasti ikut cuma dua:
  1. Rani
  2. Otik
Sempat takut, karena kami bertiga perempuan! Kalau ada yang gangguin cewe-cewe kece kayak kami, trus apa yang bisa kami perbuat?

Tapi namanya tekad udah bulet, ya gak bisa dibengkok-bengkokin lagi. Cari info sana-sini, googling penginapan murah, paling murahnya Rp 150.000. Untuk kami yang ukuran mahasiswa, ini masih mahal! Belum lagi biaya sewa kendaraan dll. Kami tidak butuh fasilitas aneh2, cuma butuh tempat untuk tidur. 

Apalagi mendengar cerita Dian, yang masing-masing mereka habis Rp 600.000.  Padahal mereka ramai, faktor bagi nya lebih besar, dan mereka membawa kendaraan sendiri dari Medan.   Apalagi kami yang cuma tiga orang ini, gak bawa kendaraan pula.   Dalam pikiran kami, pasti uang yang kami keluarkan akan lebih banyak.

Pencarian hal-hal murah terus saya lanjutkan. Dan dalam hal ini saya sangat berterima kasih pada twitter!! Kebetulan di twitter, saya mengikuti akun @LiburanLokal yang isi tweet nya kebanyakan me-retweet foto tempat-tempat indah di Indonesia. Aku lihat, ada tweet seseorang yang berisi foto-foto Sabang yang sering di-retweet oleh akun itu, namanya bang Hijrah, dengan akun @Hijrahheiji.

Mulailah aku bertanya segala macam tentang Sabang dengan bang Hijrah. Kebetulan (banyak kebetulannya ya? :p) bang Hijrah ini pemilik toko souvenir khas Sabang, Piyoh. Dari bang Hijrah, aku dapat info kalau temannya yang bernama bang Indra bisa menyewakan kamar-kamar di rumahnya, juga bisa menyewakan kendaraannya.

Akhirnya aku pun mulai menghubungi bang Indra dan (tak ketinggalan), melakukan tawar-menawar *emak-emak mode on*.  Ternyata harga sewa mobil di sana mihil, seharinya Rp 500.000.   Bisa tumpur bandar! Akhirnya kami putuskan menyewa 2 motor.  Toh kami juga cuma 3 orang, sayang juga kalau pakai mobil (sok ngeles, padahal memang gak mau rugi).  Setelah semua oke, kami pun memutuskan tanggal keberangkatan, pastinya setelah selesai ujian di kampus.

Tanggal 23 Desember 2010, pukul 21.00 kami pun berangkat dari Medan menggunakan bus malam tujuan Banda Aceh.   Sampai di Banda Aceh besoknya sekitar pukul 08.00, kami berpencar. Aku dan Otik dijemput oleh teman papaku, om T. Ardian dan pergi ke rumahnya untuk mandi dan istirahat sebentar.  Rani dijemput oleh Pak Tuo-nya (uwak) dan pergi ke rumah Pak Tuo.  Pukul 11.00 aku dan Otik sudah di antar ke Pelabuhan Ulee Lhue oleh Om Ardian, dan dibelikan tiket ferry yang berangkat pukul 14.00.

Ini ferry nya alias kapal lambat, butuh 2 jam untuk nyebrang ke Sabang

Kami menunggu jadwal keberangkatan sampai tertidur-tidur karena lelahnya menempuh perjalanan semalam.  Setelah menunggu beberapa jam, jadwal keberangkatan akhirnya tibaaaa... Kami sempat dilanda kecemasan karena Rany belum juga sampai di pelabuhan. Di detik-detik terakhir kapal mau berangkat, akhirnya Rany sampai juga. Ya, betul-betul detik terakhir! Setelah Rany masuk, jembatan penghubung kapal langsung ditutup.  Telat 1 detik lagi kami gagal berangkat...

Pukul 16.00 lewat, akhirnya kapal kami merapat ke dermaga!! Yeeaaaayy!!! Senangnya akhirnya menginjak Pulau Weh setelah perjalanan yang lumayan lama.  Karena gak tau harus naek apa, kami minta jemput bang Indra deh..  Agak susah, karena kami gak pernah ketemu, foto di fb nya pun kurang jelas. Tapi untungla pencarian bang Indra gak makan waktu lama.  Akhirnya kami capcusss....

Pertama di bawa keliling kota Sabang.   Yahh kota ini sangat kecil.   Dari situ ke situ lagi..  Sampe kami bilang: "Bang, dari tadi kita muter-muter di sini aja, ya?", "Yaaa itulah saking kecilnya Sabang ini, dari tadi muter ujungnya di sini-sini aja kita kan..." Heeheee...

Karena sore sudah menjelang, bang Indra cuma bisa membawa kami ke pantai Sumur Tiga.  Wiiihhh... Luar biasa! Karena namanya pulau kecil, hampir di sepanjang jalan terlihat laut yang superrr biru dari kejauhan.  Aku jatuh cinta dengan pulau ini... :)

Sampai di pantai, bang Indra memarkir mobil seenaknya.   Karena memang tidak ada tempat parkir khusus di situ.  Bahkan ada beberapa motor yang kuncinya masih tertinggal.   Menurut pengakuan bang Indra, di sini aman.   Gak ada kecurian.  Karena mungkin daerahnya kecil, jadi kalau ada pencurian mudah diketahui pelakunya.   Wah, jadi semakin cinta dengan Sabang..  Indah, sunyi, aman.

Menuruni beberapa anak tangga yang terbuat dari batu, sampailah tepat di bibir pantai.  Yang pertama terasa: Takjub! Pantai seindah ini, tidak ada yang memanfaatkannya untuk mandi-mandi.  Tidak ada yang mengotori nya dengan berbagai sampah.  Dan, tidak ada orang! Huaahaahaaa...

Saat itu cuma kami berempat di sana.  Motor yang parkir di atas, pengendaranya entah kemana, yang pasti tidak terlihat di sini.   Yang terlihat hanya bentangan laut biru dengan sapuan ombak yang kecil dan pasir putih. Surga! ;)

Pantai Sumur Tiga

Hanya memanfaatkan waktu untuk mengambil beberapa foto, akhirnya kami pulang ke rumah bang Indra.   Kamar yang disediakannya di luar dugaan.  Dengan biaya hanya Rp 50.000 per malam, ada AC, lemari, dan springbed yang besar, muat untuk tiga orang.

Tiba waktu makan malam, bang Indra mengajak kami ke sebuah warung.  Hati-hati deh makan di Sabang, sebelum makan jangan lupa tanya harganya.  Karena harga bahan makanan di sini agak mahal (kalau dibandingkan dengan standar harga warung sejenis di Medan), termasuk makanan hasil lautnya.   Entah kenapa, padahal letaknya tepat di pinggir laut.

Warungnya prasmanan, kita ambil sendiri, nanti dihitung si ibu pemilik warung. Aku mengambil nasi, sayur, dan cumi 3 potong, dengan minum teh manis hangat, harganya Rp 27.000! Dueeeengg dueeenggg.... Yak, ngitung cuminya per potong sodara-sodara, bukan per porsi.   Padahal besarnya tu cumi normal, kira-kira 2 ruas jari.  Teganya tuh ibu ngasih harga gitu.... ckck... Akhirnya jadi pelajaran, selama di sini kami harus hemat, beb... ;)

Setelah makan bang Indra mengajak ke Piyoh, toko kepunyaan Bang Hijrah tempat membeli souvenir khas Sabang.   Ada t-shirt, pin, gantungan kunci, magnet kulkas, patung-patung Agam-Inong.  Sayang sekali bang Hijrah lagi ga ada di tempat.  Padahal mau ngobrol-ngobrol sekalian makasih juga, karena dia lah aku bisa dapat banyak info tentang Sabang.

Ini beberapa barang yang dibeli di Piyoh

Besok paginya, kami sudah standby.  Karena prinsip "Hemat, beb!" harus tetap dipegang, diputuskan selama di sini sarapannya berbentuk makanan instan yang sudah kami siapkan dari Medan.  Kebetulan hari libur, jadi bersiap lokasi yang kami datangi akan ramai dan mungkin agak mihil.

Lokasi yang masuk dalam list 'wajib dikunjungi' kami yaitu Pulai Rumbia, Tugu Kilometer Nol, dan Benteng Jepang.  Lalu diputuskan pertama kami ke Pulau Rumbia, karena di sana mau snorkling.  Jangan sampai keburu panas karena kesiangan, bisa gosong nanti kulitku yang bening ini :p Setelah itu ke kilometer nol dan terakhir ke benteng yang letaknya di daerah Sumur Tiga, dekat dengan rumah bang Indra.

Dengan pengetahuan kosong tentang Sabang, kami pun mulai menghidupkan motor dan berjalan menuju Pantai Iboih untuk menyebrang ke Pulau Rumbia.   Kami pun berjalan terus, berbelok, berbelok, dengan pedenya berjalan terus (bodohnya, padahal bisa tanya orang), dan sampai di.....rumah bang Indra lagi!! Kami pun cekikikan luar biasa saat menyadari kebodohan kami yang ternyata hanya melewati jalan memutar. Dan parahnya, cekikikan kami yang besar ini terdengar oleh penjaga distro bang Indra (Bang Indra memiliki usaha distro di rumahnya). Ketahuan lah kalau kami salah jalan. *malunya*

Yak, mulai lagi perjalanan.   Kali ini tanya orang yang ditemui di jalan. Setiap menjumpai persimpangan, kami berhenti untuk bertanya.   Sebenarnya gak susah, kok, karena petunjuk jalan di sini lumayan lengkap.  Hanya saja kadang terlewat oleh kami, jadi gak terbaca.

Jalanan di sini mulus-lus! Cuma karena berbukit-bukit, jadi harus hati-hati dengan turunan dan tanjakan, serta tikungan.  Sepiiiii sekali jalanan di sini.   Saking sepinya, setiap ada kendaraan lewat, rata-rata kecepatannya tinggi. Setiap tikungan ya kesadaran sendiri harus membunyikan klakson supaya tidak nubruk kelau kebetulan berpapasan dengan kendaraan lain.

Tak sampai sejam, kami pun sampai di Iboih.   Karena mulai terbiasa dengan suasana Sabang yang luar biasa indahnya, jadi gak terlalu takjub lagi melihat keindahan pantai ini.   Di sini lumayan ramai, bahkan sebagian besar plat mobilnya BK.   Mungkin karena bertepatan dengan libur Natal. Setelah menyewa peralatan Snorkling sebesar Rp 35.000, kami pun menyebrang dengan menumpang boat yang disewa seharga Rp 100.000.

Bapak pemilik boat menurunkan kami di sisi yang ombaknya tenang.  Kata bapak tersebut, yang lebih banyak ikan ada di sisi sebelahnya.  Tapi karena banyak karang, jadi boat tak bisa menepi di situ. Menyebrang cuma makan waktu kira-kira 10 menit.

Yang menyedihkan di sini, gak ada tempat khusus untuk berganti pakaian.   Menyesal juga kenapa gak ganti pakaian di Iboih.  Akhirnya kami berganti pakaian di toilet yang udah lama gak digunakan, terlihat dari lumut yang menyelimutinya.

Setelah bersiap dengan kostum dan peralatan, saatnya snorkling!! Pertama kami coba ke sisi yang direkomendasikan bapak boat tadi, ternyata ombaknya agak besar di situ, dan karangnya tajam.  Akhirnya kami kembali ke sisi tempat boat merapat.  Di dekat pantai tidak terlihat begitu banyak ikan.  Begitu ke tengah.. Waaah.. Banyak ikan cantik beraneka warna, bunga karang, semuanya indah dan membuat takjub! Sayang, kamera yang ku bawa tidak tahan air. Jadinya keindahan makhluk-makhluk laut itu hanya terekam dalam ingatanku :(

Laut tenang Pulau Rumbia yang biasa jadi lokasi snorkling


Di sini kami menemui seorang yang menawarkan untuk naik di banana boat.  Setelah tawar menawar, kami pun naik dengan aggunnya.  Ternyata oh ternyata, mesinnya rusak.  Jadi si banana boat gak bisa melaju kencang.  Akhirnya kami menaiki banana boat dengan sensasi naik perahu layar.  Santay kayak di pantay, Man....!!!

Setelah satu keliling si abang penjaja banana boat mengatakan bahwa dia akan ke Iboih sebentar untuk memperbaiki mesin.  Dan dia tidak mengutip uang dari kami karena kesalahannya sendiri yang membawa mesin rusak.  Sudah ditunggu lama, si abang tidak kembali juga.  Kasihan sih, tapi mau diapain lagi.  Makasih ya, Bang, udah membawa kami keliling pulau secara gratis.  Yakin aja bahwa rezeki gak akan salah alamat :')

Selesai snorkling kami pun kembali ke Iboih dan mandi serta berganti pakaian di toilet yang dikenakan biaya Rp 10.000 per orang.  Termasuk mahal, tapi sesuai lah dengan fasilitas air bersihnya.  Di sana ngobrol dengan ibu pemilik alat snorkling yang kami sewa, menanyakan tempat makan yang harganya sesuai dengan kantong kami.  Ibu itu menyarankan kami untuk makan di depan pantai Gapang.   Murah? Sama aja kayak warung sebelumnya.  Untung saat ini kami sudah mulai pintar, sebelum makan bertanya harga. Nasi telur + teh manis dingin dihargai Rp 12.000.

Melanjutkan perjalanan ke tempat paling penting! Titik nol kilometer, ujungnya Indonesia! Perjalanan lebih menyeramkan lagi. Bukan hanya turunan, tanjakan, tikungan.  Kali ini kami juga harus berhadapan dengan hutan! Kanan-kiri jalan adalah hutan yang sangat sangat rimbun, bahkan daun-daunnya sampai menaungi jalan.  Akses sinar matahari jadi tertutup dan jalannya jadi agak gelap, menambah suasana seram jalanan.

Di beberapa titik terlihat sekelompok kera di jalan.  Kera yang kami jumpai ini, yang saya tahu dari televisi, termasuk jenis kera yang agresif.   Saya pun menggas motor kencang-kencang dan tak lupa mulut komat kamit berdoa supaya tak diganggu si kera.  Saran saya jangan sampai mata kita beradu pandang dengan si kera, bisa-bisa dikejar oleh sekelompok kera karena dianggap mengancam jiwa mereka.  Pandangan lurus ke depan saja memperhatikan jalanan di depan.

Gawatnya, di sini kami terpisah dari Rany.   Mau menepi dan menunggu, takut tiba-tiba muncul hewan buas dari hutan.  Sumpah! Rasa takut melewati hutan itu sangat menggebu-gebu.   Takut juga tiba-tiba ada ular jatuh dari cabang pohon yang menaungi jalan. Hiiii...

Akhirnya berjalan pelan sampai melewati daerah hutan, kami pun menepi untuk menunggu Rany. Setelah motor Rany mulai tampak dari kejauhan, perjalanan pun berlanjut.  Lumayan jauh ternyata.   Tapi kami sangat menikmati perjalanan sambil melihat-lihat pemandangan.  Setelah cukup lama, akhirnya sampai juga! Perasaan puas menyelimuti diri.

Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Di Sabang, titik nol Indonesia sudah berhasil kuinjak! =) Daerah ini terletak di bukit yang cukup tinggi, jadi hamparan laut biru sangat indah terlihat di sini. I. Really. Love. It!

Tugu Kilometer Nol

Setelah puas foto-foto dan menikmati pemandangan (sebenarnya kalau yang ini gak pernah puas, ya), perjalanan pun berlanjut, ke benteng Jepang di Sumur Tiga.   Di tengah perjalanan, kami melihat papan penunjuk jalan ke air terjun.   Kami pun tiba-tiba berganti rencana, ke air terjun dulu lalu ke benteng.  Sebelum masuk ke jalan kecil itu, kami singgah untuk membeli bensin eceran di warung.  FYI, di Sabang hanya ada satu pom bensin dan letaknya juga di tengah kota.  Jadi kalau kehabisan bensin di perjalanan ya harus isi bensin eceran di warung.

Dari hasil mengobrol dengan pemilik warung, air terjun nya lumayan jauh di dalam. Karena tak ingin membuang waktu, akhirnya kami batalkan dan melanjutkan perjalanan ke benteng, melewati kembali jalan yang paginya kami lewati.   Tak lupa juga tanya kanan-kiri, tapi kali ini frekwensi bertanya sudah sangat berkurang.

Sampai di daerah Sumur Tiga dan melewati pantai yang kami datangi pada hari pertama, kami terus berjalan.   Kami singgah sebentar di tempat yang kosong dan cocok untuk berfoto, lalu melanjutkan perjalanan.

Masih daerah Sumur Tiga, di tengah perjalanan mencari benteng

Kami pun teruuuuuuus berjalan, melewati daerah yang sepertinya baru dibuka, benar-benar tidak ada rumah, tidak ada orang lalu-lalang.   Memang di Sabang sangat sepi, tapi sepi yang dari tadi kami temui tidak sesepi di sini.  Yang ada hanya pekerja yang memperbaiki jalanan.  Kami terus mengikuti jalan sampai tiba di sarang penyamun! jreeng jreeeeng!

Apa itu sarang penyamun? Itu cuma istilah kami.   Kami berjalan benar-benar sampai ke ujung jalan, dan di depan ada pembukaan jalan baru.  Yang ada di situ hanya pekerja-pekerja lelaki dengan perawakan sangar khas pekerja bangunan.  Karena itulah kami menyebut tempat itu sebagai sarang penyamun.  Dagdigdug dagdigdug, kami cepat-cepat memutar balik si motor sebelum pekerja-pekerja itu melihat kami dan berlaku macam-macam.

Takut luar biasa, karena memang tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana.  Keluar dari sarang penyamun,  kami malah cekikikan.   Yak, seluruh pulau Weh telah kami injak! Dari ujung ke ujung. Hwahaahaaa..

Kami kembali ke jalan yang tadi telah dilewati.  Bener-bener dah si benteng ini susah ditemui. Tanya lagi sama orang... Jalan lagi... Sampai akhirnya kami singgah di warung rujak.  Ternyata bentengnya ada di dekat warung itu.  Kenapa susah sekali ditemui?  Karena benteng itu letaknya tidak di pinggir jalan, agak ke dalam.   Dan, di jalan juga tak ada penunjuk kalau di dalam ada benteng.  Yang ada hanya warung kopi kecil.   Mbok ya dibuat kek tanda "Benteng -> 100m", biar cewe-cewe ini gak sampe kesasar ke sarang penyamun... *sedih*

Bentengnya tidak seperti benteng Takeshi..   Terletak di atas tebing.  Bawahnya, seperti biasa, hamparan laut yang indahnya luar biasa, sangat khas Sabang.  Dari luar terlihat kecil, namun ternyata ada tangga untuk ke bawah.  Pasti di bawah ruangannya luas.  Tapi kami gak berani masuk ke bawah, entah-entah ada sisa mayat dari zaman penjajahan kan ngeriiii.. Hiiii....

Benteng Jepang

Pencariannya aja yang makan waktu sangaaaaaaat lama, tapi di benteng ini kami cuma sebentar, karena sudah sore, dan objek yang mau difoto juga gak terlalu banyak. Cuma benteng, dan, hamparan laut di bawah. Laut lagi laut lagi.... Tapi gak bosen kok liat laut :)

Keliling sebentar di daerah kota yang itu lagi itu lagi yang diliat, sekalian mencari tempat tongkrongan yang bisa kami kunjungi malamnya (malam minggu booo').  Keliling-keliling menghindari kantor polisi, karena kami gak bawa STNK :(  Dihindari, eh kok malah terus-terusan ketemu kantor polisinya. Yak, kami ternyata dari tadi muter-muter aja.

Lalu kembali ke rumah bang Indra. Malamnya kami ingin makan di pusat jajanan yang sorenya sudah kami lewati.   Yeah, walaupun kota ini 'itu lagi itu lagi', tapi kami tetaaap aja kesasar.  Padahal sorenya tempat itu entah berapa kali tak sengaja kami lewati saat ingin dihindari.  Pas bener-bener mau didatangi, malah gak dapet (maunya apa sih?).  Patokan kami: kantor polisi.  Karena pusat jajanan terletak di dekat kantor polisi.  Jadi, setiap nanya jalan ke orang, tanyanya: "Kantor polisi di mana ya?" Bisa dibayangkan ekspresi orang ngeliat kami, cewek bertiga, pendatang, nanyain kantor polisi. *malu*  Setelah dipikir-pikir, bodohnya kami ini.  Kenapa gak langsung nanya: "Pusat jajanan di mana ya?" *pentung kepala masing-masing*

Jauh-jauh ke Sabang makannya sate padang ;p

Setelah tanya kanan-kiri, akhirnya dapatlah dia si pusat jajanan. Lumayan rame, jadi pelayanannya agak lama. Selesai makan, kami ingin keliling sebentar mencari oleh-oleh.  Tetap dengan jurus sebelumnya, tanya ke orang.  Kami ingin mencari pusat penjualan kue kacang, salah satu oleh-oleh khas Sabang.  Di jalan kami bertanya dengan seorang perempuan.  Dia mau menunjukkan jalannya, dengan syarat dia juga harus ikut dengan dibonceng oleh motor kami.  Karena kami pendatang yang tidak terlalu percaya sama orang, dan juga takut terjadi apa-apa karena motor yang kami gunakan adalah sewaan, kami pun menolak dengan halus tawaran perempuan itu.

Akhirnya kami memutuskan berhenti mencari dan kembali ke rumah bang Indra.  Karena besok paginya kami udah harus balik ke Banda Aceh *sedih*, jadinya malam ini ngobrol singkat dengan bang Indra sekaligus melakukan pembayaran kamar dan motor.  Dan bang Indra pun kembali menawarkan untuk mengantar kami ke pelabuhan besok pagi.   Namanya gratisan siapa yang nolak? :p

Saatnya pulaaaaanng! Sedih juga harus meninggalkan pulau indah ini.  Setelah mengantar kami ke pelabuhan, bang Indra langsung cau.  Kali ini kami naik kapal cepat.  Ongkosnya lebih mahal, Rp 52.000.  Tapi memang lebih cepat, hanya 45 menit untuk menyebrang ke Banda Aceh.

Di atas kapal cepat

Kapal sempat riuh karena ternyata lagi ada sekelompok lumba-lumba lompatan di jarak yang gak terlalu jauh dari kapal. Sayangnya, lumba-lumbanya di sisi sebelah, bukan di sisi tempat duduk kami, jadi kami gak sempat lihat. Dengar keriuhan orang karena lumba-lumba, kami bangkit dari duduk, eh si lumba-lumba keburu ilang.. :(

Matahari mulai naik


Sampai di Banda Aceh dijemput sama Pak Wo dan Mak Wo nya Rany. Bertepatan dengan peringatan 6 tahun tsunami, jadi melewati beberapa tempat yang dijadikan tempat acara peringatan. Dibawa ke rumah mereka, disuguhi sarapan. Diberikan kamar untuk istirahat.

Oia, cerita Mak Wo, waktu tsunami 2004 dulu, rumah mereka juga kena.  Syukurnya waktu kejadian mereka semua lagi di luar kota.  Saat itu rumah mereka terendam setinggi satu lantai.   Gak sampai 15 menit, air surut lagi dan meninggalkan jenazah di mana-mana.  Di selokan, halaman rumah, jalanan.  Mak Wo bilang bahkan ada yang tersangkut di pohon di halaman rumahnya.  Nggak heran (kata rany) rumahnya ada 'makhluk' yang beberapa kali menunjukkan diri.   Hingga beberapa bulan berikutnya, terkadang ada saja ditemukan jenazah korban tsunami yang baru.  Masya Alloh, begitu besarnya azab Alloh saat itu. :(

Setelah makan siang, Pak Wo dan Mak Wo membawa kami berkeliling Banda Aceh.  Pantai Loknga, perumahan-perumahan bantuan luar negri pasca tsunami, makan mi goreng khas Aceh, beli buah keranji, buah hutan yang sudah mulai langka, bandara SIM, dan kapal PLTD apung yang saat tsunami terseret ke daratan sejauh +/- 20 km.
Di atas PLTD apung, lihat foto sebelah kiri, terlihat Pulau Weh dari kejauhan

Alangkah besarnya kekuatan tsunami, kapal sebesar itu bisa terseret sejauh itu. Pak Wo bilang, di bawah PLTD apung itu ada sekitar 11 rumah yang tertimpa.  Manusianya? Wallohua'lam, mungkin sudah lebih dulu terseret arus, atau mungkin tertimpa di bawah.  Jadi banyak sekali kejadian aneh yang mistis di PLTD apung.

Lalu kami ke Museum Tsunami.  Sayang sekali, lagi tahap renovasi. Padahal pingin sekali masuk dan melihat isinya :( Mak Wo juga cerita, musium ini juga tak lepas dari kejadian-kejadian aneh.  Seperti, ada orang yang berfoto sendirian, ternyata setelah dicetak terlihat ada makhluk berwujud anak kecil di sampingnya *merinding*.  Dengan berat hati, karena waktu sudah mulai sore, Tour de Banda kami berakhir di sini.

Museum Tsunami

Kembali ke rumah Pak Wo, lalu malamnya aku dan Otik diantar oleh Pak Wo dan Rany ke terminal. Pulangnya kami cuma berdua, karena Rany ingin menginap di rumah Pak Wo beberapa hari. Waktu menunjukkan pukul 21.00, saatnya bus meninggalkan Banda Aceh menuju Medan. Selesailah perjalanan nekad kami di sini. Untunglah kenekatan kami berbuah manis. Senangnya liburan di tempat seindah itu. Suatu saat aku pasti kembali lagi. :)

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan komentar... :)